Loading...

Massa AMPT Turun ke Jalan (Lagi), Ipong Temui di Pendopo


 

lpmalmillah.com - Setelah Rabu yang lalu (11/4/18) massa yang mengatasnamakan AMPT (Aliansi Masyarakat Ponorogo Tertindas) tidak mendapat kesempatan untuk bertemu bupati, Senin (16/4/18) mereka kembali melanjutkan aksi demonstrasi. Masih dengan tuntutan yang sama, yakni dipertemukan dengan bupati. AMPT terdiri dari Perpek-5 (Perkumpulan Pedagang Kaki Lima), Serikat Buruh Gunung Gamping Sampung, para penarik bentor (becak motor), pedagang eks stasiun Ponorogo dan warga penambang pasir.

Aksi dimulai sekitar pukul 09.10 WIB massa mengitari alun-alun, lalu menyampaikan orasi di depan kantor DPRD. Beberapa orator naik ke panggung dan meminta Ipong Mukhlisoni selaku bupati Ponorogo untuk menemui massa. “Kami dengan sangat meminta pak bupati menemui rakyatnya",  ujar Didik selaku koordinator lapangan.

Dok. Riza


Sekitar pukul 10.00 WIB petugas kepolisian menginformasikan bahwa Ipong Mukhlisoni siap bertemu massa di dalam Pendopo Kabupaten, tetapi hanya perwakilan saja. Hal itu membuat massa semakin geram. Mereka tetap bersikeras agar seluruh massa diperkenankan bertemu secara langsung dengan bupati. "Kami itu satu, satu kepanasan semuanya kepanasan. Kalau mau ketemu temui kami semua", tegas Ari Bilowo, salah satu orator.

Kemudian Suharsono (Polres) dan Made Sandy (Kodim) meminta  pengertian massa aksi. Setelah bernegosiasi, maka diputuskan perwakilan 15 orang dari masing-masing kelompok untuk menemui Bupati.

Di pendopo, sempat terjadi dialog pendek mengenai kasus pedagang kaki lima antara Didik dan Ipong. Sampai salah seorang ibu terlihat memrotes saran Kapolres untuk tidak mempersilahkan seluruh demonstran masuk pendopo. Karena permintaan itu tidak kunjung dituruti, sebagian besar perwakilan AMPT yang tadinya duduk di pendopo memilih untuk keluar menuju peserta aksi di luar pintu gerbang area Pemkab. Hingga yang tersisa hanya perwakilan masyarakat yang menuntut penyelesaian masalah ganti rugi warga terdampak relokasi waduk Bendo dan pedagang eks-stasiun Ponorogo untuk berdialog dengan bupati dan jajarannya.

Eko, perwakilan dari Bendo menjelaskan bahwa masyarakat menuntut atas rumah mereka yang dihancurkan secara tidak manusiawi. Enam belas warga dari Bendo itu juga mengaku belum menerima ganti rugi sama sekali dan mereka belum menyerahkan rumahnya, sehingga tidak pantas bila dihancurkan. Eko melanjutkan, rumah yang diberikan oleh Pemkab hanyalah bangunan tanpa sertifikat yang airnya hanya menyala di pagi dan sore hari. “Tanah memang bukan milik kami, tetapi bangunan di atasnya adalah harta kami. Kami di sini hanya menuntut keadilan,”  ujar Eko.

Dok. Riza


Ipong menanggapi bahwa pihak Pemkab sudah memberi uang untuk bongkar angkut bangunan rumah lama, tetapi ada 16 warga yang tidak mau  menerima. Maka selanjutnya uang tersebut dititipkan pada pihak ketiga, sekaligus amanat untuk membongkar paksa setelah tiga kali peringatan sudah diberikan pada warga. Hal itu dilakukan karena pembangunan Waduk Bendo harus terus dilanjutkan.

Menurutnya, hak milik rumah mereka yang lama sudah berpindah ke Balai Pengelolaan Wilayah Sungai (BPWS) saat penyerahan kunci rumah baru. Menurutnya pula, rumah baru yang diserahkan dengan kualifikasi satu rumah untuk satu Kartu Keluarga sudah sangat adil. Sedangkan pengairan untuk rumah baru akan dikoordinasikan dengan PDAM. Sementara sertifikasi tanah masih dalam proses. Ipong menjanjikan bahwa dalam waktu satu bulan sertifikasi selesai. “Proses bisa cepat, asalkan warga juga memenuhi syarat administratif yang diminta,” tutur Ipong.

Perwakilan warga Bendo juga mempertanyakan mengenai penggantian tanah garapan mereka yang hingga kini belum ada kejelasannya. Ipong menjanjikan kembali bahwa tanah mereka akan mendapat ganti seratus persen sama seperti luas tanah sesuai letter C. Proses akan memakan waktu sekitar 3-4 bulan.

Mereka juga mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dianggap memiskinkan rakyat dan menganggap Ipong ingkar janji. Namun Ipong dengan tegas mengatakan bahwa yang dia lakukan sama sekali tidak mengingkari janji. “Saya tidak ingkar janji. 16 tuntutan sudah saya penuhi kecuali program tanam tumbuh karena masih ada kendala,” tegasnya.

Dok. Abidin


Di akhir dialog dengan warga Bendo, Ipong menegaskan bila ada hal-hal yang dirasa melanggar hukum, maka warga dipersilahkan untuk menuntut. Pernyataannya disambut dengan walk out perwakilan warga Bendo dari area pendopo.

Sementara itu, pedagang eks-stasiun Ponorogo meminta kebijakan Bupati untuk memperbolehkan mereka berjualan di bagian depan, meski mereka sadar bahwa hal itu melanggar peraturan. Ipong menanggapi dengan tegas, bahwa selama Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum diubah, ia tetap tegas menolak. Tetapi ia menjanjikan untuk mempertimbangkan permintaan pedagang eks stasiun itu dalam revisi RTRW tahun ini. “Kami akan mempertimbangkannya nanti dalam sidang," janjinya.

Meskipun perwakilan PKL dan warga Sampung tidak turut berdialog, Ipong angkat bicara bahwa PKL tetap akan ditertibkan, tetapi akan diberi titik tertentu untuk dapat berjualan dengan leluasa. Sedangkan pabrik pengolahan batu gamping di Sampung ditegaskan kembali bahwa hal itu sebagai bentuk kontribusi pemerintah untuk meningkatkan PAD Ponorogo yang di tahun-tahun sebelumnya dinilai rendah.

Menanggapi berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan warga, Ipong menyatakan bahwa hal itu sah-sah saja sebagai perwujudan negara demokrasi. Namun ia menduga bahwa beberapa aksi tersebut juga bermuatan politis, karena tidak semua yang berorasi saat demo itu merupakan korban atau warga yang terdampak langsung atas penggusuran, relokasi atau pelarangan beroperasi. Menurutnya, dia mengetahui beberapa orang yang ikut aksi itu adalah pendukung lawan politiknya saat pilbup lalu. Ipong pun menyampaikan bahwa pemerintah tetap tegas untuk melaksanakan kebijakan yang telah disusun dalam rangka pembenahan tata wilayah untuk Ponorogo yang lebih baik.



Reporter : Adzka, Insan & Riza
Editor : Khusna, Abidin
Slider 7445085878030745775

Post a Comment

emo-but-icon

Home item

ADS

Popular Posts

Random