Kemerdekaan Indonesia Sebatas Formalitas?
https://betamillah.blogspot.com/2016/08/kemerdekaan-indonesia-sebatas-formalitas.html
71 tahun lalu Presiden Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta telah mengumandangkan naskah proklamasi sebagai penanda merdekanya Indonesia dari belenggu kolonialisme. Tepat 17 Agustus 1945 peristiwa itu berlangsung, dan merupakan momen paling bersejarah bagi rakyat Indonesia.
Diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Repoblik Indonesia (HUT RI), apakah hanya berupa formalitas semata bahwa Indonesia telah merdeka? Apakah makna merdeka hanya dititik beratkan pada kebebasan kita dari kolonialisme semata? Lalu sudah benar-benar merdekakah negeri kita sesungguhnya?
Bagi para proklamator dan pejuang, kemerdekaan bukanlah semata-mata kebebasan dan upaya melepaskan diri dari pihak asing. Namun lebih jauh dari itu, ini adalah langkah awal yang membawa Indonesia ke gerbang kemandirian secara penuh untuk dapat mencapai kesejahteraan.
Sebagaimana pandangan Gumilar Rusliwa Somantri dikutip dari majalah Suara Muhammaddiyah menuturkan, "Bahwa kemerdekaan pada dasarnya bukan semata-mata dimaknai pembebasan diri dari penjajahan asing semata, namun yang lebih subtansial adalah perwujudan terhadap tujuan hakiki dari kemerdekaan itu sendiri, yaitu adanya happiness, kesejahteraan, kemakmuran dan pemerataan."
Jika dulu kemerdekaan dimaknai sebagai batu loncatan untuk membebaskan diri dari pengaruh asing, maka seiring berjalannya waktu tantangan yang dihadapkan bukan saja asing melainkan juga polemik rumah sendiri yang tak kalah dahsyatnya. Problema tersebut di antaranya adalah kemiskinan, kesenjangan social, pemerataan pendapatan, pendidikan, bahkan politik yang menuntut harus diselesaikan dengan bijak dan adil.
Problema politik adalah yang kita tahu sedari dulu paling mencolok mata dan seperti tak ada habisnya bahkan seakan tak ada solusinya. Mulai dari politik tidak sehat, kisruh politik yang memanas, korupsi, kolusi, nepotisme dan hal besar lain yang kian hari semakin menggila. Hal itu jelas menujukkan masih adanya kegagalan dalam memaknai kemerdekaan di negeri ini.
Data BPK (Badan Pusat Statistik) memuat angka harapan hidup penduduk beberapa negara pada 1995 hingga 2015 yang memposisikan Indonesia pada urutan sangat miris, bahkan jauh dibawah negara tetangga seperti Filipina. Melimpahnya sumber daya alam berupa laut, darat dan udara, tidaklah hal ini dapat dikatakan pantas. Justru menjadi sebuah pertanyaan besar tentang siapa yang mengelola, sehingga kita (rakyat.red) sebagai tuan rumah yang seharusnya menikmati hasil hanya berperan sebagai penonton yang bertepuk tangan sambil sorak sorai saja.
Pastilah kita yang peka akan mempertanyakan peran pemerintah atas melimpahnya kekayaan alam Indonesia yang tidak mampu memakmurkan rakyatnya. Di manakah wujud janji mereka sejak 71 tahun silam yang hingga sekarang masih sering diucapkan? Lupa, pura-pura lupa, atau bahkan sengaja melupakan janji-janji manis yang telah mereka lafalkan?
Sungguh problem politik di negeri ini telah menciderai arti kemerdekaan. Tanpa takut dosa, para tikus politik negeri ini terus mencabik-cabik dan menggerogoti kebahagiaan rakyatnya. Hidup makmur dalam kesejahteraan yang merata masyarakat Indonesia masih sangat jauh dari angan-angan. Kemerdekaan yang sesungguhnya seakan masih berupa mimpi yang entah kapan jadi nyata. Entah sampai kapan problema di negeri ini simpang siur tanpa solusi.
71 tahun usia yang tidak lagi muda. Ibarat manusia, negeri ini seharusnya sudah beruban, giginya ompong, kulitnya keriput, tenaganya mulai berkurang, bahkan sudah berjalan merunduk karena bungkuk. Namun realita menunjukkan bahwa di usia yang sekian lamanya merdeka, negeri ini masih seperti bayi yang berjalan merangkak. Selamat Ulang Tahun Indonesiaku, semoga kelak kau berlari cepat dengan tegak.***joko_Anggota Magang